Pada tanggal 26 Oktober yang lalu, saya kena tilang di jalan Surapati. Dari jalan Jalaprang memang ada rambu-rambu tidak boleh belok kanan dari jam 600 - 900 dan 1600 - 1900. Biasanya karena jarang ada polisi, semua pengendara kendaraan tidak ada yang mematuhi rambu ini. Hari itu, 'pak ogah' yang sering membantu pengendara kendaraan untuk belok dari dan ke jalan Jalaprang tidak ada. Karena lalu lintas sedang sepi, saya langsung saja belok dan ternyata di depan sudah ada polisi yang menanti. Sebelum bulan Ramadhan kemaren juga sempat ada polisi di sana, tapi entah kenapa, akhirnya semua yang diberhentikan disuruh jalan lagi, tanpa ditilang. Kali ini rupanya saya sedang bernasib kurang baik sehingga akhirnya menerima 'surat cinta' dari polisi.
Pak polisinya membawa saya ke gardu hansip untuk diberi surat tilang. Karena saya pernah membaca pembahasan di milis, mengenai slip biru, saya minta aja ke pak polisi ini slip biru, ketika dia akan menulis surat tilang dan berkata kepada saya bahwa sidangnya tanggal 2 November. Si pak polisi berkata, "Oh, mau bayar ke bank ya?" "Iya, " kata saya. Dia pun menulis di slip biru dan diberikan kepada saya, menahan SIM, lalu ke luar lagi untuk menanti mangsa berikutnya. Sayapun pulang membawa surat itu. Sesampainya di rumah, saya cerita kejadian tadi ke istri. Ketika melihat slip birunya, ternyata si pak polisi tidak menuliskan besarnya biaya yang harus saya setor di BRI Naripan yang tertera di slip biru itu.
Hari seninnya saya bertanya ke rekan sekantor yang pernah punya pengalaman ditilang dan minta slip biru juga. Ternyata Bank baru mau menerima pembayaran kalau telah dituliskan besarnya nominal yang harus dibayar di slip biru itu. Kalau tidak ditulis, artinya si polisi lagi ngerjain. Cari-cari info tambahan di internet, terutama untuk kota Bandung, akhirnya ketemu juga pengalaman serupa di blog ini dan blog ini.
Mengikuti panduan diatas, saya akhirnya datang ke kantor Polresta Bandung Tengah pada tanggal 5 November, yaitu setelah tanggal sidang yang tertera di slip.Polresta Bandung Tengah beralamat di jalan A. Yani. Kalau dari jalan W.R. Supratman, belok kanan ke arah IBCC, terus dikit, nah disitu kantornya. Saya masuk ke dalam, parkir motor, trus jalan lewat belakang gedung utama ke arah pintu keluar. Karena saya sudah cukup akrab dengan kantor Polisi sewaktu proyek di Lampung Utara 2 tahun lalu, maka sayapun mencari tulisan satlantas. Ternyata bagian Satlantas pintunya ada di bagian depan gedung utama di sebelah kanan, dekat jalur keluar kendaraan. Sayapun masuk ke sana. Di bagian kiri pintu masuk, ada sekat dari triplek dan papan petunjuk di dekat pintu masuknya bertuliskan kalo tidak salah ingat "Baga Langgar". Sayapun masuk ke sana, di dalamnya ada seorang pak polisi. Sayapun memberikan slip biru tersebut. Pak polisi ini lalu mencari di tumpukan slip lalu memberikan SIM saya sambil bilang "Bayar disini aja, Rp 20.000," . Sayapun membayar dan SIM akhirnya balik lagi ke tangan. Di ruangan itu banyak sekali slip dan barang sitaannya (SIM atau STNK) yang belum ditebus oleh pemiliknya. Tenyata banyak juga warga Bandung yang masih belum taat peraturan (termasuk saya juga nih :( )
Dari pengalaman saya ini dan dua pengalaman pada link tadi, saya dapat menyimpulkan bahwa kebijakan polisi tentang tilang masih lemah. Banyak celah, ketidakkonsistenan tindakan, dan informasi yang tidak jelas kepada masyarakat, yang mengakibatkan masih banyaknya calo berkeliaran di pengadilan dan kebingungan masyarakat untuk mengurus tilang. Polisi harusnya menerapkan standar yang ketat dan sama di semua wilayah dalam menindak pelanggaran dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai cara untuk mengurus tilang. Semoga polisi Indonesia dapat bertindak semakin profesional di waktu mendatang, dan para pengemudi makin sadar dan patuh terhadap rambu-rambu lalu lintas.
Pak polisinya membawa saya ke gardu hansip untuk diberi surat tilang. Karena saya pernah membaca pembahasan di milis, mengenai slip biru, saya minta aja ke pak polisi ini slip biru, ketika dia akan menulis surat tilang dan berkata kepada saya bahwa sidangnya tanggal 2 November. Si pak polisi berkata, "Oh, mau bayar ke bank ya?" "Iya, " kata saya. Dia pun menulis di slip biru dan diberikan kepada saya, menahan SIM, lalu ke luar lagi untuk menanti mangsa berikutnya. Sayapun pulang membawa surat itu. Sesampainya di rumah, saya cerita kejadian tadi ke istri. Ketika melihat slip birunya, ternyata si pak polisi tidak menuliskan besarnya biaya yang harus saya setor di BRI Naripan yang tertera di slip biru itu.
Hari seninnya saya bertanya ke rekan sekantor yang pernah punya pengalaman ditilang dan minta slip biru juga. Ternyata Bank baru mau menerima pembayaran kalau telah dituliskan besarnya nominal yang harus dibayar di slip biru itu. Kalau tidak ditulis, artinya si polisi lagi ngerjain. Cari-cari info tambahan di internet, terutama untuk kota Bandung, akhirnya ketemu juga pengalaman serupa di blog ini dan blog ini.
Mengikuti panduan diatas, saya akhirnya datang ke kantor Polresta Bandung Tengah pada tanggal 5 November, yaitu setelah tanggal sidang yang tertera di slip.Polresta Bandung Tengah beralamat di jalan A. Yani. Kalau dari jalan W.R. Supratman, belok kanan ke arah IBCC, terus dikit, nah disitu kantornya. Saya masuk ke dalam, parkir motor, trus jalan lewat belakang gedung utama ke arah pintu keluar. Karena saya sudah cukup akrab dengan kantor Polisi sewaktu proyek di Lampung Utara 2 tahun lalu, maka sayapun mencari tulisan satlantas. Ternyata bagian Satlantas pintunya ada di bagian depan gedung utama di sebelah kanan, dekat jalur keluar kendaraan. Sayapun masuk ke sana. Di bagian kiri pintu masuk, ada sekat dari triplek dan papan petunjuk di dekat pintu masuknya bertuliskan kalo tidak salah ingat "Baga Langgar". Sayapun masuk ke sana, di dalamnya ada seorang pak polisi. Sayapun memberikan slip biru tersebut. Pak polisi ini lalu mencari di tumpukan slip lalu memberikan SIM saya sambil bilang "Bayar disini aja, Rp 20.000," . Sayapun membayar dan SIM akhirnya balik lagi ke tangan. Di ruangan itu banyak sekali slip dan barang sitaannya (SIM atau STNK) yang belum ditebus oleh pemiliknya. Tenyata banyak juga warga Bandung yang masih belum taat peraturan (termasuk saya juga nih :( )
Dari pengalaman saya ini dan dua pengalaman pada link tadi, saya dapat menyimpulkan bahwa kebijakan polisi tentang tilang masih lemah. Banyak celah, ketidakkonsistenan tindakan, dan informasi yang tidak jelas kepada masyarakat, yang mengakibatkan masih banyaknya calo berkeliaran di pengadilan dan kebingungan masyarakat untuk mengurus tilang. Polisi harusnya menerapkan standar yang ketat dan sama di semua wilayah dalam menindak pelanggaran dan memberikan informasi yang jelas kepada masyarakat mengenai cara untuk mengurus tilang. Semoga polisi Indonesia dapat bertindak semakin profesional di waktu mendatang, dan para pengemudi makin sadar dan patuh terhadap rambu-rambu lalu lintas.
Powered by ScribeFire.